Gerak dan Waktu

| September 5, 2014 | 0 Comments

gerak dan waktuSemilir angin begitu sejuk terasa ketika siang kian terik. Lambaian ranting dan dedaunan ditingkahi deru angin yg menerpa, menghadirkan sebuah kenyamanan. Ada yg terasa hadir dalam denyut kehidupan yg kita jalani. Ada sebuah ke-baru-an yg konstan merayap dalam nafas di dada kita.

Angin seakan menisbatkan gerak, sebuah polah, secuil lakon, sebabak hidup. Angin memberikan kepada kita selajur pemahaman, atau mungkin hanya secarik pengertian kecil: darinya generator kehidupan menemukan “daya putarnya”.

Dengan angin, kita menemukan muaranya: gerak. Gerak, menemukan ujungnya: waktu. Gerak dan waktu lalu berwujud bernama hidup. Di situ, hidup menemukan elan vitalnya: lakon dan peran yg hendak kita pilih. Mau bagaimana kita memanfaatkan hidup ini?

Jawabannya bisa beragam. Ada yg sekedar menikmati hidup, geraknya menjelma dalam hura-hura, hedonisme dan memupuk egoisme, semau gue dan menang sendiri. Ada yg mengisi hidup, geraknya mewujud pada upaya untuk memperbaiki kualitas peran dan lakonnya.

Ada juga yg mensyukuri hidup, geraknya berbentuk pada kepedulian. Dirinya, keluarganya, masyarakat di sekitarnya, ia beri keteladanan. Ia menyadari, gerak dan waktu, akan simultan bermanfaat besar bila diisi dengan perubahan yg baik.

Gerak dan perubahan yg baik, tak akan bisa terjadi, tanpa sebuah pengorbanan diri: membuat diri menjadi pionir kebaikan dan konsisten dalam melakukannya, waktu demi waktu. Setelah itu, seperti orang menanam, pasti akan datang masa panen.

Pasti akan ada langkah yg meniru jejak kita. Di situ, perubahan yg baik berderet ukur pelakuknya, tersosialisasi dan massif. Seperti sebuah kampanye yg menggetarkan hati: bersumber dari contoh, keteladanan dan konsistensi.

Tetapi, tak banyak yg menempuh jalan keteladanan dalam “mengaktualisasikan” gerak dan waktu. Yg banyak, melenakannya menunggu tua baru melakukan perubahan, dan berharap besar diikuti oleh orang-orang terdekatnya dan yg dikenalnya.

Alhasil, banyak yg gagal. Seakan gerak dan waktu tak lagi bersahabat dengannya. Kemudian, datanglah sebuah kesadaran: ternyata gerak dan waktu yg berhikmat pada peran keteladanan itu, tak bisa instan dan dadakan dalam sekali gebrakan.

Ketika kesadaran itu muncul, gerak dan waktu telah mendekati ujung. Perubahan yg ingin diusung tersungkur di bahu renta dan pikun. Keteladanan yg ingin ditegakkan, terpasung dalam segumpal daging yg disangga oleh tubuh yg renta yg nafasnya tersengal-sengal.

Ketika saat seperti itu tiba, apa yg bisa diharap? Asa yg seperti apa yg hendak diwujudkan? Putus asa, bangkrut amal dan ilmu, mewujud dalam gerak dan waktu di ujung waktu, di batas akhir sebuah pengharapan, di tarikan akhir sang nafas. Saat itu gerak dan waktu, bisa jadi tak lagi jd milik kita.

Saat itu, mungkin kita sudah tidak bisa menimbang dan memilih nasib: bahagia di dunia dan akhirat, bahagia di salah satunya atau hancur kedua-duanya. Saat itu pasti tiba, gerak dan waktu tersudut dan terhempas oleh BEKU.

@di dalam pesawat Kalstar menuju Putussibau.

(Ustadz Yaman)

Tags:

Category: Taujih

About the Author ()

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *